Banyak kalangan
menuliskan artikel‐artikel di
internet dan buku‐buku
yang mengatakan bahwa yang pertama merayakan Maulid Nabi adalah orang
“ini” dan orang “itu” serta
pada “zaman ini”
dan “zaman itu”.
Namun, ujung‐ujungnya hanya
dimanfaatkan sebagian kecil kalangan yang memang tidak senang dengan perayaan
maulid Nabi (para pengingkar Maulid) untuk menolak perayaan Maulid Nabi
Asy‐Syarif bahkan mengharamkannya. Sebagaimana dikatakan oleh Assayyid Muhammad
bin Alawi Al‐Maliki Al‐Hasani, “Hendaknya kita tidak perlu memperdulikan
perkataan orang‐orang mengatakan, “sesungguhnya perayaan Maulid Nabi
diperingati pertama kali oleh orang‐orang pemerintahan dinasti Fathimiyyah
(penguasa Mesir terdahulu)”. Sebab perkataan seperti ini
muncul entah ketidak
tahuan mereka atau
pura‐pura buta akan kebenaran”.
Ketahuilah, bahwa sebenarnya yang
pertama kali merayakan atau memperingati Maulid
adalah shahibul Maulid
sendiri yaitu Baginda
Nabi Muhammad
Shallahu’alayhi wa sallam,
manusia pilihan yang
kita juga peringati
hari kelahirannya. Hal ini sebagaimana yang terdapat nas‐nas (Hadits
Shahih), salah satunya yang diriwayatkan oleh A‐Imam Muslim didalam kitab
Shahih beliau :
ينثدحو ريھز نب برح انثدح نمحرلادبع نب يدھم انثدح يدھم نب نوميم نع نلايغ نع ﷲدبع نب دبعم ينامزلا نع يبأ ةداتق يراصنلأا يضر ﷲ هنع نأ لوسر ﷲ ىلص ﷲ هيلع و ملس لئس يلع
لزنأ هيفو تدلو هيف
لاقف ؟ نينثلاا موص
نع
“Sesungguhnya
ketika Rasulullah ( ىلص ﷲ هيلع و ملس
) ditanya tentang puasa hari Senin ?
Maka beliau menjawab
: “padanya adalah (hari)
aku dilahirkan dan didalamnya diturunkan (al‐Qur’an) kepadaku”
(HR. Imam Muslim no. 1162)
Inilah nas yang shahih dan paling
jelas tentang peringatan Maulid Nabi. Inilah bentuk pengagungan Rasulullah dan
rasa syukur kepada Allah pada hari itu atas nikmat‐Nya yang agung kepada
beliau. Beliau mengungkapkan pengagungan itu dengan cara berpuasa. Ini semakna
dengan perayaan Maulid Nabi dalam bentuk‐bentuk
yang lain (selain
puasa). Sebab masalah
teknis (tatacara) dan
bentuk peringatan tersebut adalah
perkara Ijtihadiyah dan
apa yang dikerjakan didalamnya hendaknya dikembalikan
asal dari status hokum pekerjaan tersebut. Dan
merayakan maulid bisa
berupa berdzikir, bershalawat,
bersyair dan mendengarkan sifat
dan kisah tentang
beliau. Sebagaimana yang
katakan (disarankan) oleh Syeikhul
Islam Al‐Hujjah Al‐Imam
Al‐Hafidz Abu Al‐Fadhl Ahmad Ibnu Hajar :
امأو ام لمعي هيف يغبنيف نأ رصتقي هيف ىلع ام مھفي ركشلا Ϳ ىلاعت نم وحن ام مدقت هركذ نم ةولاتلا ماعطلإاو ةقدصلاو داشنإو ءيش نم حئادملا ةيوبنلا ةيدھزلاو ةكرحملا بولقلل ىلإ لعف ريخلا لمعلاو ةرخلآل
“dan adapun
perkara yang dikerjakan
didalamnya (didalam perayaan Maulid Nabi), maka hendaklah
dibatasi pada sesuatu yang merupakan rasa syukur kepada Allah ta’alaa sebagaimana yang telah disebutkan yang lalu, yaitu
tilawah (membaca al‐Qur’an) , memberikan makanan, bershadaqah, melantunkan (menyanyikan)
sesuatu dari puji‐pujian
Nabawi dan (syair) tentang kezuhud‐an
(zuhudiyah) yang (bisa)
menggerakkan hati untuk melakukan kebaikan
dan beramal untuk
akhirat”. [Husnul Maqshid
Fiy Amali al‐Maulid] Hadits Shahih riwayat Imam Muslim diatas tentang
Maulid Nabi juga didukung dengan berbagai pendapat Ulama yang benar‐benar
mumpuni serta luas ilmunya, diantaranya seperti yang bergelar Al‐Hafidz, Al‐Musnid,
Al‐Muhaddits, Al‐Imam, Asy‐Syeikhul Islam, Al‐Hujjatul Islam, Al‐Muarrikh, dan
lain‐lain.
Ketahuilah bahwa gelar “Al‐Imam”
adalah diberikan bagi seorang ulama agung dan sangat diakuti otoritas
keilmuannya. “Al‐Hafidz”, seorang yang menghafal al‐Qur’an dengan baik dan
menghafal al‐Hadits dalam jumlah yang banyak. Juga ketahuilah bahwa “Al‐Hujjah”
adalah gelar yang hanya diberikan kepada ulama yang benar‐benar menguasai
secara seksama 300.000 (tiga ratus ribu) hadits baik dari segi matan (redaksi
hadits), sanad (mata rantai perawi hadits) dan juga sifat para perawinya
satu‐persatu. Ulama sekaliber
ini yang mereka
ingkari, maka sesungguhnya walaupun
mereka (para pengingkar)
itu menganggap dirinya (merasa) pintar
namun sejatinya mereka
awam (sebab keangkuhannya), yang telah ‘mereka’
ingkari adalah ulama
umat yang alim,
banyak jasa‐jasanya terhadap
Islam dan sulit dicari yang sepadan dengannya, khususnya pada zaman (abad‐abad)
ini. Maka hendaklah para pengingkar Maulid itu insaf dan berkaca siapa diri
mereka dan siapa yang mereka ikuti.
Disadur tanpa perubahan dari : Maulid_Ar_Rasul_Sebuah_Ungkapan_Cinta_Untuk As-Sayyid Al-Mursalin. disusun oleh Abdurrohim Ats-Tsauriy
Disadur tanpa perubahan dari : Maulid_Ar_Rasul_Sebuah_Ungkapan_Cinta_Untuk As-Sayyid Al-Mursalin. disusun oleh Abdurrohim Ats-Tsauriy
0 komentar:
Posting Komentar