Sabtu, 17 Oktober 2015

Yang Pertama Memperingati Maulid nabi

       Banyak  kalangan  menuliskan  artikel‐artikel  di  internet  dan  buku‐buku  yang mengatakan bahwa yang pertama merayakan Maulid Nabi adalah orang “ini” dan orang  “itu”  serta  pada  “zaman  ini”  dan  “zaman  itu”.  Namun,  ujung‐ujungnya hanya dimanfaatkan sebagian kecil kalangan yang memang tidak senang dengan perayaan maulid Nabi (para pengingkar Maulid) untuk menolak perayaan Maulid Nabi Asy‐Syarif bahkan mengharamkannya. Sebagaimana dikatakan oleh Assayyid Muhammad bin Alawi Al‐Maliki Al‐Hasani, “Hendaknya kita tidak perlu memperdulikan perkataan orang‐orang mengatakan,  “sesungguhnya perayaan Maulid Nabi diperingati pertama kali oleh orang‐orang pemerintahan dinasti Fathimiyyah (penguasa Mesir terdahulu)”. Sebab perkataan seperti  ini  muncul  entah  ketidak  tahuan  mereka  atau  pura‐pura  buta  akan kebenaran”.

      Ketahuilah, bahwa sebenarnya yang pertama kali merayakan atau memperingati Maulid  adalah  shahibul  Maulid  sendiri  yaitu  Baginda  Nabi  Muhammad Shallahu’alayhi  wa  sallam,  manusia  pilihan  yang  kita  juga  peringati  hari kelahirannya. Hal ini sebagaimana yang terdapat nas‐nas (Hadits Shahih), salah satunya yang diriwayatkan oleh A‐Imam Muslim didalam kitab Shahih beliau :
 
ينثدحو   ريھز   نب   برح   انثدح   نمحرلادبع   نب   يدھم   انثدح   يدھم   نب   نوميم   نع   نلايغ   نع   ﷲدبع  نب   دبعم   ينامزلا   نع   يبأ   ةداتق   يراصنلأا   يضر      هنع   نأ   لوسر      ىلص      هيلع   و   ملس   لئس  يلع لزنأ هيفو تدلو هيف لاقف ؟ نينثلاا موص نع

Sesungguhnya ketika Rasulullah  ( ىلص      هيلع   و   ملس ) ditanya tentang puasa hari  Senin  ?  Maka  beliau  menjawab  :  “padanya  adalah  (hari)  aku dilahirkan dan didalamnya diturunkan (al‐Qur’an) kepadaku” (HR. Imam Muslim no. 1162)
Inilah nas yang shahih dan paling jelas tentang peringatan Maulid Nabi. Inilah bentuk pengagungan Rasulullah dan rasa syukur kepada Allah pada hari itu atas nikmat‐Nya yang agung kepada beliau. Beliau mengungkapkan pengagungan itu dengan cara berpuasa. Ini semakna dengan perayaan Maulid Nabi dalam bentuk‐bentuk  yang  lain  (selain  puasa).  Sebab  masalah  teknis  (tatacara)  dan  bentuk peringatan  tersebut  adalah  perkara  Ijtihadiyah  dan  apa  yang  dikerjakan didalamnya hendaknya dikembalikan asal dari status hokum pekerjaan tersebut. Dan  merayakan  maulid  bisa  berupa  berdzikir,  bershalawat,  bersyair  dan mendengarkan  sifat  dan  kisah  tentang  beliau.  Sebagaimana  yang  katakan (disarankan)  oleh  Syeikhul  Islam  Al‐Hujjah  Al‐Imam  Al‐Hafidz  Abu  Al‐Fadhl Ahmad Ibnu Hajar :

امأو   ام   لمعي   هيف   يغبنيف   نأ   رصتقي   هيف   ىلع   ام   مھفي   ركشلا   Ϳ   ىلاعت   نم   وحن   ام   مدقت   هركذ   نم  ةولاتلا   ماعطلإاو   ةقدصلاو   داشنإو   ءيش   نم   حئادملا   ةيوبنلا   ةيدھزلاو   ةكرحملا   بولقلل   ىلإ   لعف   ريخلا  لمعلاو   ةرخلآل 

dan  adapun  perkara  yang  dikerjakan  didalamnya  (didalam  perayaan Maulid Nabi), maka hendaklah dibatasi pada sesuatu yang merupakan rasa syukur kepada Allah ta’alaa  sebagaimana yang telah disebutkan yang lalu, yaitu tilawah (membaca al‐Qur’an) , memberikan makanan, bershadaqah, melantunkan  (menyanyikan)  sesuatu  dari  puji‐pujian  Nabawi  dan  (syair) tentang  kezuhud‐an  (zuhudiyah)  yang  (bisa)  menggerakkan  hati  untuk melakukan  kebaikan  dan  beramal  untuk  akhirat”.  [Husnul  Maqshid  Fiy Amali al‐Maulid] Hadits Shahih riwayat Imam Muslim diatas tentang Maulid Nabi juga didukung dengan berbagai pendapat Ulama yang benar‐benar mumpuni serta luas ilmunya, diantaranya seperti yang bergelar Al‐Hafidz, Al‐Musnid, Al‐Muhaddits, Al‐Imam, Asy‐Syeikhul Islam, Al‐Hujjatul Islam, Al‐Muarrikh, dan lain‐lain.

       Ketahuilah bahwa gelar “Al‐Imam” adalah diberikan bagi seorang ulama agung dan sangat diakuti otoritas keilmuannya. “Al‐Hafidz”, seorang yang menghafal al‐Qur’an dengan baik dan menghafal al‐Hadits dalam jumlah yang banyak. Juga ketahuilah bahwa “Al‐Hujjah” adalah gelar yang hanya diberikan kepada ulama yang benar‐benar menguasai secara seksama 300.000 (tiga ratus ribu) hadits baik dari segi matan (redaksi hadits), sanad (mata rantai perawi hadits) dan juga sifat para  perawinya  satu‐persatu.  Ulama  sekaliber  ini  yang  mereka  ingkari,  maka sesungguhnya  walaupun  mereka  (para  pengingkar)  itu  menganggap  dirinya (merasa)  pintar  namun  sejatinya  mereka  awam  (sebab  keangkuhannya),  yang telah  ‘mereka’  ingkari  adalah  ulama  umat  yang  alim,  banyak  jasa‐jasanya terhadap Islam dan sulit dicari yang sepadan dengannya, khususnya pada zaman (abad‐abad) ini. Maka hendaklah para pengingkar Maulid itu insaf dan berkaca siapa diri mereka dan siapa yang mereka ikuti.

Disadur tanpa perubahan dari : Maulid_Ar_Rasul_Sebuah_Ungkapan_Cinta_Untuk As-Sayyid Al-Mursalin. disusun oleh Abdurrohim Ats-Tsauriy

0 komentar:

Posting Komentar