Wellcome to My Blog

Semoga bermanfaat bagi anda...

Wellcome to My Blog

Semoga bermanfaat bagi anda...

Wellcome to My Blog

Semoga bermanfaat bagi anda...

Wellcome to My Blog

Semoga bermanfaat bagi anda...

Wellcome to My Blog

Semoga bermanfaat bagi anda...

Selasa, 20 Desember 2016

Aplikasi Qur’an Kemenag Resmi Diluncurkan Kementerian Agama RI

      Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kemenag RI secara resmi meluncurkan Aplikasi Al-Quran Digital Kementerian Agama yang diberi nama Qur’an Kemenag. Peluncuran dilakukan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersamaan dengan diselenggarakannya Seminar Internasional Al-Quran di Jakarta, Selasa (30/8/2016) dan disaksikan oleh Kabalitabangdiklat Abdurrahman Masud dan Dirjen BImas Islam Machasin.
       Dikatakan Menag, Aplikasi Qur’an Kemenag ini diharapkan dapat memberikan kemudahan umat Islam dalam berinterkasi dengan Al-Quran, baik dalam bentuk bacaan maupun pemahaman.
       “Saya berharap langkah awal peluncuran aplikasi ini dapat terus dikembangkan dari segi teknis dan kontennya, sehingga membantu masyarakat luas untuk membaca dan mempelajari Al-Quran,” ucap Menag.
       Menag mengatakan, upaya memelihara kesahihan Al-Quran tidak hanya dilakukan dalam bentuk teks/ tulisan mushaf, tetapi juga dari segi maknanya. Di era digital yang penuh keterbukaan, ujar Menag, informasi apa pun dengan mudah diterima oleh masyarakat, tak terkecuali pemahaman keagamaan.
       Menurutnya, informasi itu tidak selalu bermuatan positif, tetapi juga bisa berupa propaganda kebencian dan kekerasan yang tersebar melalui media sosial, kenyataan ini sulit dibendung, Oleh karena itu, ujar Menag, pemerintah terus berupaya mengimbangi derasnya arus pemahaman keagamaan yang ekstrem dengan meyediakan berbagai literatur berisi pemahaman dan penafsiran Al-Quran yang moderat, toleran dan menghargai keragaman, melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik.
       “Atas kenyataan dimaksud, dengan penuh rasa bahagia, hari ini, bersamaan dengan seminar internasional Al-Quran dalam rangka memperingati 1.450 tahun turunnya Al-Quran, Kementerian Agama mempersembahkan kepada masyarakat aplikasi Al-Quran digital yang dilengkapi dengan terjemah dan tafsirnya,” ujar Lukman.
       Sementara itu, Pgs. Ketua Lajnah Pentashian Mushaf Al-Quran Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Muchlis Hanafi menjelaskan, pengguna ponsel smartphone dapat mengunduhnya aplikasi Al-Quran di Google Play Store (smartphone berbasis Android) dan secepatnya nanti juga bisa di AppStore dan Windows Phone Store.
       Dikatakan Muchlis, aplikasi generasi pertama ini menyajikan teks Al-Quran lengkap 30 juz, aplikasi ini juga dilengkapi dengan terjemahan. Selain itu, juga di lengkapi dengan tafsir dalam dua varian: Tahlili (30 juz) ataupun tafsir ringkas.
       Fitur lainya yang tersedia di aplikasi ini, yaitu suara murattal Al-Quran dari Syekh Mahmud Khalil al-Hushary. Dan Tulisan Al-Qur’an yang digunakan dalam aplikasi ini, terang Muchlis, bersumber dari Mushaf Attin yang mengikuti Mushaf Al-Quran Standar Indonesia.
       “Mushaf Al-Quran Standar Indonesia adalah Mushaf Al-Quran yang dibakukan cara penulisan teks, harakat, tanda baca, dan tanda waqafnya sesuai dengan hasil yang dicapai Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Ahli Al-Quran yang berlangsung sebanyak 9 kali dari tahun 1974 s.d. 1983, dan dijadikan pedoman bagi mushaf Al-Qur’an yang dicetak dan diterbitkan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama,” jelas Muchlis.
       Ada pun Terjemahan Al-Quran yang terdapat dalam aplikasi ini berasal dari Al-Quran dan Terjemahnya yang disusun oleh tim yang dibentuk oleh Kementerian Agama. Sedangkan Tafsir Tahlili yang terdapat dalam aplikasi ini bersumber dari Al-Qur’an dan Tafsirnya yang diterbitkan Kementerian Agama.
       Sementara itu, untuk fitur Tafsir Ringkas Al-Quran Al-Karim adalah sebuah buku hasil kajian tafsir yang disusun oleh tim yang dibentuk Kementerian Agama bekerjasama dengan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) Jakarta. Saat ini, tafsir ini baru hadir satu jilid yang terdiri juz 1 – 15. Adapun jilid kedua yang berisi juz 16-30.
       “Aplikasi ini akan terus dikembangkan dan ditambahkan nanti juga ada tafsir tematik, tafsir ilmi dan lain sebagainya. Juga akan ada fitur Asbabun Nuzul yang terdapat dalam aplikasi ini berasal dari buku Asbabun Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur’an yang diterbitkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama pada tahun 2015,” ucap Muchlis yang berharap demi pengembangan aplikasi ini, saran dan masukan dari masyarakat melalui email lpmajkt@kemenag.go.id.

Tentang Aplikasi Qur’an Kemenag
       Qur’an Kemenag adalah aplikasi Mushaf Al-Qur’an digital yang dibuat oleh Kementerian Agama c.q. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Aplikasi ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan Mushaf Al-Qur’an yang berbentuk digital. Ayat Al-Qur’an dalam aplikasi ini menggunakan Mushaf Standar Indonesia Rasm Usmani. Aplikasi ini tersedia dalam format Android, Web, IOS. Disamping menyajikan teks Al-Qur’an lengkap 30 Juz, aplikasi ini juga dilengkapi dengan terjemahan, tafsir dalam dua varian: tahlil dan ringkas, dan suara murattal Al-Qur’an Syaikh Mahmud Khalil Al-Hushary.
Aplikasi Qur’an Kemenag ini akan terus dikembangkan seiring kebutuhan masyarakat terhadap Al-Qur’an dan hasil kajiannya yang terus meningkat di era digital ini. Pengembangan meliputi penambahan konten seperti asbabun nuzul, keutamaan Al-Qur’an, tafsir tematik, tafsir ilmi, dan hasil kajian Al-Qur’an lainnya. Bacaan murattal yang juga akan ditambah dengan qari-qari penghafal Al-Qur’an asli Indonesia yang pakar dibidang qiraat dan memiliki suara bagus.
Kami menyadari bahwa upaya ini jauh dari sempurna dan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat, untuk itu masukan dan saran untuk pengembangan aplikasi ini sangat diharapkan dan dapat disampaikan melalui email: pengembanganlpmq@gmail.com dan website http://lajnah.kemenag.go.id. Besar harapan kami kepada Allah, semoga menerima usaha yang kecil ini dan sebagai amal jariyah yang diridhai-Nya. Amin.
Aplikasi Quran Kemenag ini selanjutnya dapat didownload di Playstore atau melalui link berikut ini: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag.

DOWNLOAD APLIKASI QUR’AN KEMENAG RESMI DARI KEMENTERIAN AGAMA RI DI SINI

Senin, 03 Oktober 2016

Download kajian Umum Oleh Buya Yahya


بسم الله الرحمنِ الرحيم. الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين     
       MP3 pengajian umum ini merupakan rekaman kajian rutin bersama guru kita Buya Yahya Zainul Ma’arif, pengasuh pondok pesantren Al Bahjah (Jl. Pangeran Cakrabuana Blok Gudang Air No. 179 Kelurahan Sendang, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kontak Pustaka Al Bahjah: 081312131936). Kajian ini juga disiarkan langsung oleh Radio Islam Ahlussunnah RADIOQU 98.5 FM Cirebon. Semoga MP3 kajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua agar mendapatkan ilmu serta hikmah yang banyak terkandung di dalamnya.

Profil Buya Yahya 

     Sebelum ke Yaman Pendidikan dasar hingga SMP diselesaikan dikota kelahirannya. Disamping itu juga mengambil pendidikan agama di Madrasah Diniyah yang dipimpin oleh seorang guru yang soleh KH. Imron Mahbub di Blitar. Setelah itu melanjutkan pendidikannya di pesantren Darullughah Wadda’wah di Bangil Pasuruan Jatim dibawah asuhan Al Murobbi Al Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, yaitu pada tahun 1988 hingga 1993. Pada tahun 1993 hingga 1996 mengajar dipesantren Darullughah Wadda’wah Bangil Pasuruan sebagai masa khidmah Buya Yahya ke pesantren tempat Buya Yahya pernah menimba ilmu.. Pada tahun 1996 berangkat ke Univ. Al-Ahgaff atas perintah sang guru Al-Murobbi Al-Habib Hasan Baharun hingga akhir 2005.
     Buya Yahya selama 9 tahun di Yaman belajar fiqih diantaranya kepada para Mufti Hadramaut Syekh Fadhol Bafadhol, Syekh Muhammad Al Khotib, Syekh Muhammad Baudhon, dan Habib Ali Masyur Bin Hafidz.
     Dari Habib Salim Asysyatiri Buya Yahya sempat mengambil beberapa disiplin ilmu diantaranya fiqih, aqidah, ulummul quran dan mustholah alhadits. Biarpun Buya Yahya tidak tinggal dipesantren (Rubath) Habib Salim Asysyathri Buya Yahya mendapatkan kesempatan yang sangat banyak untuk belajar dari beliau. Sebab dipagi hari Habib Salim mengajar di kampus dan sore hari hingga malam Buya Yahya mendapatkan waktu khusus selama hampir 2 tahun untuk belajar dari beliau 4 kali dalam seminggu mulai ashar hingga isya di Rubath Tarim.
     Hadits dan ilmu haditsnya di ambil dari beberapa guru diantaranya adalah Dr Ismail Kadhim Al Aisawi dan Secara khusus Ilmu ushul fiqihnya diambil dari beberapa pakarnya diantaranya; Syekh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Syekh Muhammad Amin Assyingqiti dan Syekh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti (semuanya adalah dari Syingqiti–Mortania yang mereka adalah para ulama dalam Madhab Maliki) dan DR Mahmud Assulaimani dari Mesir.
     Ilmu bahasa Arabnya di ambil dari Syekh Muhammad Alhafid Assyingqiti, dengan kitab terakhir yang di kaji adalah Thurah Uquduljuman dalam ilmu balaghoh, thurroh lamiyatul afal dalam ilmu shorof dan thurroh Alfiyah Ibnu Malik dalam ilmu nahwu yaitu Alfiyah Ibnu Malik dengan tambahannya menjadi 2800 nadhom. Ilmu fiqih perbandinganya diambil diantaranya dari Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan dari Mesir seorang Alim dari madhab maliki.
     Buya Yahya sempat mengajar di Yaman selama 3 tahun di Fakultas Tarbiyah dan Dirosah Islamiah (khusus putri) Universitas Al-Ahgaff. Sekarang Buya Yahya aktif berdakwah di masyarakat dan mengasuh majelis Al-Bahjah dan pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Guru-guru  Buya Yahya.
     Ada dua guru murobbi Buya Yahya yang sangat mempengaruhi didalam perjalanan ilmiyah Buya Yahya. Yang pertama adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun pengasuh dan pendiri Pon-pes Darullughoh Waddakwah Bangil-Pasuruan-Jawa Timur. Yang kedua adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Abdullah bin Muhammad Baharun rektor universitas Al Ahgaff Republik Yaman. Buya Yahya mempunyai sanad ilmu dari guru-guru yang sangat jelas. Selain dari murobbi dan mursidnya tersebut guru Buya Yahya amat banyak , diantaranya adalah :
–    A-Dari indonesia.
–    1-Habib Husin bin Soleh Almuhdhor, Bondowoso
–    2-Habib Qosim Bin Ahmad Baharun, Bangil
–    3-Habib Ahmad bin Husin Assegaf, Bangil.
–    4-Ust Qoimuddin Abdullah, Bangil
–    5-Habib Soleh bin ahmad Alidrus, Malang
–    6-Habib Abdullah Maulahailah, Malang.
–    7-Habib Muhammad Alhaddad, Malang
–    8-Ust Nasihin, Bangil.
–    9- KH Imron Mahbub, Blitar.dll
–    B-Dari Luar Negri.
–    1- Habib Idrus bin Umar Alkaf, Tarim,Yaman
–    2- Syekh Fadhol Bafadhol, Tarim,Yaman
–    3- Syekh Muhammad Al Khotib, Tarim,Yaman
–    4- Syekh Muhammad Baudhon, Tarim, Yaman
–    5- Habib Ali Masyur bin Hafidz, Tarim,Yaman
–    6- DR. Ismail Kadhim Al-Aisawi, Iraq.
–    7- Habib Salim Asysyathri Tarim,Yaman
–    8- Syeh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Mortania.
–    9- Syeh Muhammad Amin Assyingqiti, Mortania.
–    10-Syeh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti, Mortania .
–    11-DR Mahmud Assulaimani, Mesir.
–    12- Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan Mesir.
–    13-Dll.


Download :
01. Abadikan Amal dengan Ikhlas_Disc_1
02. Abadikan Amal dengan Ikhlas_Disc_2
03. Ahmadiyah_1
04. Ahmadiyah_2
05. Anak_Melanggar_Disc_1
06. Anak_Melanggar_Disc_2
07. Apa dan siapa salaf dan Salafi_1
08. Apa dan siapa salaf dan Salafi_2
09. Bid'ah_1
10. Bid'ah_2
11. Cinta_Dunia_1
12. Cinta_Dunia_2
13. Dakwah kpd Keluarga_1
14. Dakwah kpd Keluarga_2
15. Fiqh Praktis Puasa_1
16. Fiqh Praktis Puasa_2
17. Gapai Harapan & Keindahan Dengan Berdo'a_1
18. Gapai Harapan & Keindahan Dengan Berdo'a_2
19. Hati_Disc_1~1
20. Hati_Disc_2~1
21. Hidup Indah bersama Rasulullah_1
22. Hidup Indah bersama Rasulullah_2
23. Hidup Indah bersama Rasulullah_3
24. Hidup Indah dengan berbakti kpd orang Tua Disc_1
25. Hidup Indah dengan berbakti kpd orang Tua Disc_2
26. Hidupkan_Sunnah_1
27. Hidupkan_Sunnah_2
28. Indahnya Mengingat Kematian
29. Indahnya Menyambung Silaturahmi_1
30. Indahnya Menyambung Silaturahmi_2
31. Isra Mi'raj_1
32. Isra Mi'raj_2
33. Kefakiran yang Tersembunyi Tamak_1
34. Kefakiran yang Tersembunyi Tamak_2
35. Kemuliaan Wanita Dalam Islam (Menyikapi RUU Kesetaraan Gender) 1
36. Kemuliaan Wanita Dalam Islam (Menyikapi RUU Kesetaraan Gender) 2
37. Kisah Imam Husain_Merajut Syahid Karbala Disc_1
38. Kisah Imam Husain_Merajut Syahid Karbala Disc_2
39. Membahas Tuntas Aqidah Syiah_1
40. Membahas Tuntas Aqidah Syiah_2
41. Mempersiapkan Keharmonisan Rumah Tangga Disc_1
42. Mempersiapkan Keharmonisan Rumah Tangga Disc_2
43. Menghilangkan Sifat Dengki_1
44. Menghilangkan Sifat Dengki_2
45. Menghilangkan Sifat Sombong_Disc_1
46. Menghilangkan Sifat Sombong_Disc_2
47. Mudzakarah_Buya Yahya & Prof Salim Bajri_1
48. Nafkah_1
49. Nafkah_2
50. Pendidikan Anak Pubertas_1
51. Pendidikan Anak Pubertas_2
52. Tawasul & Ziarah Kubur Episode_1_1
53. Tawasul & Ziarah Kubur Episode_1_2
54. Tawasul & Ziarah Kubur Episode_2_1
55. Tawasul & Ziarah Kubur Episode_2_2
56. Zakat adalah Amanah

Download kajian Kitab At-Tibyan Oleh Buya Yahya Part 2

بسم الله الرحمنِ الرحيم. الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين     
       MP3 kajian kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an ini merupakan rekaman kajian rutin selama bulan Ramadhan 1433 H kemarin bersama guru kita Buya Yahya Zainul Ma’arif, pengasuh pondok pesantren Al Bahjah (Jl. Pangeran Cakrabuana Blok Gudang Air No. 179 Kelurahan Sendang, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kontak Pustaka Al Bahjah: 081312131936). Kajian kitab at-Tibyan ini juga disiarkan langsung oleh Radio Islam Ahlussunnah RADIOQU 98.5 FM Cirebon setiap hari di bulan Ramadhan pukul 16.00 s/d 17.30 WIB.
       Sebelum anda mengikuti kajian kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an ini sebaiknya anda download dulu E-book kitab tersebut yang sudah kami sediakan untuk anda dengan harapan sambil mendengarkan kajiannya juga menyimak langsung kitabnya agar lebih bermanfaat dan lebih mudah untuk dipahami dan diikuti. Kajian yang disajikan kali ini merupakan lanjutan dari kajian kitab At Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an pada 2 tahun sebelumnya (1431 H) sehingga anda akan menemukan kajian ini tidak dibahas dari awal tetapi langsung membahas Bab ke-6 Fii Aadaabil Qiraati (lihat halaman 69 pada ebook yang kami sediakan di bawah ini).
DOWNLOAD EBOOK KITAB AT TIBYAN IMAM NAWAWI DI SINI (PDF) 

Profil Buya Yahya 

     Sebelum ke Yaman Pendidikan dasar hingga SMP diselesaikan dikota kelahirannya. Disamping itu juga mengambil pendidikan agama di Madrasah Diniyah yang dipimpin oleh seorang guru yang soleh KH. Imron Mahbub di Blitar. Setelah itu melanjutkan pendidikannya di pesantren Darullughah Wadda’wah di Bangil Pasuruan Jatim dibawah asuhan Al Murobbi Al Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, yaitu pada tahun 1988 hingga 1993. Pada tahun 1993 hingga 1996 mengajar dipesantren Darullughah Wadda’wah Bangil Pasuruan sebagai masa khidmah Buya Yahya ke pesantren tempat Buya Yahya pernah menimba ilmu.. Pada tahun 1996 berangkat ke Univ. Al-Ahgaff atas perintah sang guru Al-Murobbi Al-Habib Hasan Baharun hingga akhir 2005.
     Buya Yahya selama 9 tahun di Yaman belajar fiqih diantaranya kepada para Mufti Hadramaut Syekh Fadhol Bafadhol, Syekh Muhammad Al Khotib, Syekh Muhammad Baudhon, dan Habib Ali Masyur Bin Hafidz.
     Dari Habib Salim Asysyatiri Buya Yahya sempat mengambil beberapa disiplin ilmu diantaranya fiqih, aqidah, ulummul quran dan mustholah alhadits. Biarpun Buya Yahya tidak tinggal dipesantren (Rubath) Habib Salim Asysyathri Buya Yahya mendapatkan kesempatan yang sangat banyak untuk belajar dari beliau. Sebab dipagi hari Habib Salim mengajar di kampus dan sore hari hingga malam Buya Yahya mendapatkan waktu khusus selama hampir 2 tahun untuk belajar dari beliau 4 kali dalam seminggu mulai ashar hingga isya di Rubath Tarim.
     Hadits dan ilmu haditsnya di ambil dari beberapa guru diantaranya adalah Dr Ismail Kadhim Al Aisawi dan Secara khusus Ilmu ushul fiqihnya diambil dari beberapa pakarnya diantaranya; Syekh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Syekh Muhammad Amin Assyingqiti dan Syekh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti (semuanya adalah dari Syingqiti–Mortania yang mereka adalah para ulama dalam Madhab Maliki) dan DR Mahmud Assulaimani dari Mesir.
     Ilmu bahasa Arabnya di ambil dari Syekh Muhammad Alhafid Assyingqiti, dengan kitab terakhir yang di kaji adalah Thurah Uquduljuman dalam ilmu balaghoh, thurroh lamiyatul afal dalam ilmu shorof dan thurroh Alfiyah Ibnu Malik dalam ilmu nahwu yaitu Alfiyah Ibnu Malik dengan tambahannya menjadi 2800 nadhom. Ilmu fiqih perbandinganya diambil diantaranya dari Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan dari Mesir seorang Alim dari madhab maliki.
     Buya Yahya sempat mengajar di Yaman selama 3 tahun di Fakultas Tarbiyah dan Dirosah Islamiah (khusus putri) Universitas Al-Ahgaff. Sekarang Buya Yahya aktif berdakwah di masyarakat dan mengasuh majelis Al-Bahjah dan pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Guru-guru  Buya Yahya.
     Ada dua guru murobbi Buya Yahya yang sangat mempengaruhi didalam perjalanan ilmiyah Buya Yahya. Yang pertama adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun pengasuh dan pendiri Pon-pes Darullughoh Waddakwah Bangil-Pasuruan-Jawa Timur. Yang kedua adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Abdullah bin Muhammad Baharun rektor universitas Al Ahgaff Republik Yaman. Buya Yahya mempunyai sanad ilmu dari guru-guru yang sangat jelas. Selain dari murobbi dan mursidnya tersebut guru Buya Yahya amat banyak , diantaranya adalah :
–    A-Dari indonesia.
–    1-Habib Husin bin Soleh Almuhdhor, Bondowoso
–    2-Habib Qosim Bin Ahmad Baharun, Bangil
–    3-Habib Ahmad bin Husin Assegaf, Bangil.
–    4-Ust Qoimuddin Abdullah, Bangil
–    5-Habib Soleh bin ahmad Alidrus, Malang
–    6-Habib Abdullah Maulahailah, Malang.
–    7-Habib Muhammad Alhaddad, Malang
–    8-Ust Nasihin, Bangil.
–    9- KH Imron Mahbub, Blitar.dll
–    B-Dari Luar Negri.
–    1- Habib Idrus bin Umar Alkaf, Tarim,Yaman
–    2- Syekh Fadhol Bafadhol, Tarim,Yaman
–    3- Syekh Muhammad Al Khotib, Tarim,Yaman
–    4- Syekh Muhammad Baudhon, Tarim, Yaman
–    5- Habib Ali Masyur bin Hafidz, Tarim,Yaman
–    6- DR. Ismail Kadhim Al-Aisawi, Iraq.
–    7- Habib Salim Asysyathri Tarim,Yaman
–    8- Syeh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Mortania.
–    9- Syeh Muhammad Amin Assyingqiti, Mortania.
–    10-Syeh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti, Mortania .
–    11-DR Mahmud Assulaimani, Mesir.
–    12- Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan Mesir.
–    13-Dll.

Download :
1. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari1
2.
At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari2
3. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari3
4. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari4
5. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari5
6. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari6
7. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari7
8. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari8
9. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari9
10. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari10
11. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari11
12. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari12
13. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari13
14.
At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari14
15. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari15
16. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari16
17. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari17
18. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari18
19. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari19
20. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari20
21. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari21
22. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari22
23. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari23
24. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari24
25. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari25
26. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari26
27. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi-Ramadhan 1433 Hari27

INFO UPDATE KAJIAN AHLUSSUNNAH LAINNYA, KUNJUNGI SITUS NGAJI YUK! DAN FANS PAGE NGAJI YUK!

Download Kajian Kitab At-Tibyan Oleh Buya Yahya Part 1

بسم الله الرحمنِ الرحيم. الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين     
       MP3 kajian kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an ini merupakan rekaman kajian rutin bersama guru kita Buya Yahya Zainul Ma’arif, pengasuh pondok pesantren Al Bahjah (Jl. Pangeran Cakrabuana Blok Gudang Air No. 179 Kelurahan Sendang, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kontak Pustaka Al Bahjah: 081312131936). Sebelum anda mengikuti kajian kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an ini sebaiknya anda download dulu E-book kitab tersebut yang sudah kami sediakan untuk anda dengan harapan sambil mendengarkan kajiannya juga menyimak langsung kitabnya agar lebih bermanfaat dan lebih mudah untuk dipahami dan diikuti. 

DOWNLOAD EBOOK KITAB AT TIBYAN IMAM NAWAWI DI SINI (PDF)

Profil Buya Yahya 

     Sebelum ke Yaman Pendidikan dasar hingga SMP diselesaikan dikota kelahirannya. Disamping itu juga mengambil pendidikan agama di Madrasah Diniyah yang dipimpin oleh seorang guru yang soleh KH. Imron Mahbub di Blitar. Setelah itu melanjutkan pendidikannya di pesantren Darullughah Wadda’wah di Bangil Pasuruan Jatim dibawah asuhan Al Murobbi Al Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, yaitu pada tahun 1988 hingga 1993. Pada tahun 1993 hingga 1996 mengajar dipesantren Darullughah Wadda’wah Bangil Pasuruan sebagai masa khidmah Buya Yahya ke pesantren tempat Buya Yahya pernah menimba ilmu.. Pada tahun 1996 berangkat ke Univ. Al-Ahgaff atas perintah sang guru Al-Murobbi Al-Habib Hasan Baharun hingga akhir 2005.
     Buya Yahya selama 9 tahun di Yaman belajar fiqih diantaranya kepada para Mufti Hadramaut Syekh Fadhol Bafadhol, Syekh Muhammad Al Khotib, Syekh Muhammad Baudhon, dan Habib Ali Masyur Bin Hafidz.
     Dari Habib Salim Asysyatiri Buya Yahya sempat mengambil beberapa disiplin ilmu diantaranya fiqih, aqidah, ulummul quran dan mustholah alhadits. Biarpun Buya Yahya tidak tinggal dipesantren (Rubath) Habib Salim Asysyathri Buya Yahya mendapatkan kesempatan yang sangat banyak untuk belajar dari beliau. Sebab dipagi hari Habib Salim mengajar di kampus dan sore hari hingga malam Buya Yahya mendapatkan waktu khusus selama hampir 2 tahun untuk belajar dari beliau 4 kali dalam seminggu mulai ashar hingga isya di Rubath Tarim.
     Hadits dan ilmu haditsnya di ambil dari beberapa guru diantaranya adalah Dr Ismail Kadhim Al Aisawi dan Secara khusus Ilmu ushul fiqihnya diambil dari beberapa pakarnya diantaranya; Syekh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Syekh Muhammad Amin Assyingqiti dan Syekh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti (semuanya adalah dari Syingqiti–Mortania yang mereka adalah para ulama dalam Madhab Maliki) dan DR Mahmud Assulaimani dari Mesir.
     Ilmu bahasa Arabnya di ambil dari Syekh Muhammad Alhafid Assyingqiti, dengan kitab terakhir yang di kaji adalah Thurah Uquduljuman dalam ilmu balaghoh, thurroh lamiyatul afal dalam ilmu shorof dan thurroh Alfiyah Ibnu Malik dalam ilmu nahwu yaitu Alfiyah Ibnu Malik dengan tambahannya menjadi 2800 nadhom. Ilmu fiqih perbandinganya diambil diantaranya dari Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan dari Mesir seorang Alim dari madhab maliki.
     Buya Yahya sempat mengajar di Yaman selama 3 tahun di Fakultas Tarbiyah dan Dirosah Islamiah (khusus putri) Universitas Al-Ahgaff. Sekarang Buya Yahya aktif berdakwah di masyarakat dan mengasuh majelis Al-Bahjah dan pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Guru-guru  Buya Yahya.
     Ada dua guru murobbi Buya Yahya yang sangat mempengaruhi didalam perjalanan ilmiyah Buya Yahya. Yang pertama adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun pengasuh dan pendiri Pon-pes Darullughoh Waddakwah Bangil-Pasuruan-Jawa Timur. Yang kedua adalah Almurobbi Almursyid Al-Habib Abdullah bin Muhammad Baharun rektor universitas Al Ahgaff Republik Yaman. Buya Yahya mempunyai sanad ilmu dari guru-guru yang sangat jelas. Selain dari murobbi dan mursidnya tersebut guru Buya Yahya amat banyak , diantaranya adalah :
–    A-Dari indonesia.
–    1-Habib Husin bin Soleh Almuhdhor, Bondowoso
–    2-Habib Qosim Bin Ahmad Baharun, Bangil
–    3-Habib Ahmad bin Husin Assegaf, Bangil.
–    4-Ust Qoimuddin Abdullah, Bangil
–    5-Habib Soleh bin ahmad Alidrus, Malang
–    6-Habib Abdullah Maulahailah, Malang.
–    7-Habib Muhammad Alhaddad, Malang
–    8-Ust Nasihin, Bangil.
–    9- KH Imron Mahbub, Blitar.dll
–    B-Dari Luar Negri.
–    1- Habib Idrus bin Umar Alkaf, Tarim,Yaman
–    2- Syekh Fadhol Bafadhol, Tarim,Yaman
–    3- Syekh Muhammad Al Khotib, Tarim,Yaman
–    4- Syekh Muhammad Baudhon, Tarim, Yaman
–    5- Habib Ali Masyur bin Hafidz, Tarim,Yaman
–    6- DR. Ismail Kadhim Al-Aisawi, Iraq.
–    7- Habib Salim Asysyathri Tarim,Yaman
–    8- Syeh Muhammad Al-Hafid Assyingqithi, Mortania.
–    9- Syeh Muhammad Amin Assyingqiti, Mortania.
–    10-Syeh Abdullah Walad Aslam Assyingqiti, Mortania .
–    11-DR Mahmud Assulaimani, Mesir.
–    12- Prof DR. Ahmad Ali Toha Arroyyan Mesir.
–    13-Dll.
Download :
1.
At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 15 Agustus 2010
2. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 16 Agustus 2010
3. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 17 Agustus 2010
4. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 19 Agustus 2010
5. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 20 Agustus 2010
6. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 22 Agustus 2010
7. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 24 Agustus 2010
8. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 25 Agustus 2010
9. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 27 Agustus 2010
10. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 28 Agustus 2010
11. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 10 Juli 2013
12. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 11 Juli 2013
13. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 12 Juli 2013
14. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 13 Juli 2013
15. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 14 Juli 2013
16. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 15 Juli 2013
17. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 16 Juli 2013
18. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 17 Juli 2013
19. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 18 Juli 2013
20. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 19 Juli 2013
21. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 20 Juli 2013
22. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 21 Juli 2013
23. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 22 Juli 2013
24. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 23 Juli 2013
25. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’An Imam An-Nawawi- 24 Juli 2013

Senin, 12 September 2016

DOWNLOAD E-BOOK KUMPULAN SERI RISALAH DINIYYAH

        Berikut ini kami hadirkan beberapa kumpulan seri dari Risalah Diniyyah, yang semua materi yang ada pada risalah ini bersumber dari Ponpes Nurul Huda Salafiyah Syafi’iyyah Mergosono malang. File E-Book ini adalah hasil kompilasi yang dilakukan oleh kawan – kawan dari Ashhabur Ro’yi Press. Dengan adanya E-Books ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.

DOWNLOAD E-BOOK TAHLILAN DALAM PERSPEKTIF MADZAB IMAM ASY-SYAFI’I

       Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

DOWNLOAD E-BOOK TERJEMAH DAF’U SYUBAH AL-TASYBIH BI-AKAFFI AL-TANZIH

      Secara garis besar E-Book ini berisi tentang pemahaman dan bantahan terhadap aqidah tasybih yang diterjemahkan dari kitab klasik ‘Daf’u Syubah Al-Tasybih Bi-Akaffi Al-Tanzih karya Ulama Besar Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yaitu Ibn Al Jawzi. Beliau adalah Ulama Aswaja yang lahir pada tahun 510 H dan wafat pada 9 Ramadhan 597 H. Nama lengkap Beliau adalah Jamaluddin Abu al Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali al Qurasyi al Baghdadi, dikenal dengan sebutan Ibn al Jawzi, al imam al hafizh al mufassir al ushuliyy al mutakallim.
       Karya – karya Beliau yang lain diantaranya adalah Jamaluddin Abu al Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali al Qurasyi al Baghdadi, dikenal dengan sebutan Ibn al Jawzi; al imam al hafizh al mufassir al ushuliyy al mutakallim.


Sumber : allahadatanpatempat.wordpress.com

DOWNLOAD E-BOOK TAFSIR JALALAIN ( FINAL VERSION )

 

       Kitab ini merupakan kitab yang membawa berkah dan manfaat, walaupun ukurannya yang kecil, namun di dalamnya terkandung ilmu yang terdapat pada kitab-kitab yang berukuran besar. Para ulama zaman dahulu sampai sekarang menerimanya dan mengambil manfaat darinya. Bahkan tidak ada suatu majelisnya seorang ulama, melainkan kitab Bulughul Marom dijadikan sebagai pelajaran pokoknya. Para penuntut ilmupun menghafalkannya dan mengambil manfaat darinya.

Rabu, 07 September 2016

DOWNLOAD E-BOOK KUMPULAN BAHTSUL MASAA’IL NAHDLOTUL ‘ULAMA

       Dengan semakin bertambahnya kemajuan teknologi di zaman modern, maka muncul pula berbagai persoalan – persoalan baru dalam kehidupan sehari – hari sehingga banyak menimbulkan tanda tanya dikalangan umat Islam, khususnya kalangan yang masih awam akan ilmu agama dalam mengambil hukum atas persoalan – persoalan tersebut. Maka dari itu, Nahdlotul ‘Ulama sebagai jam’iyyah umat Islam di Indonesia sejak awal berdirinya selalu cermat menanggapi pelbagai persolan tersebut guna mencari jawabannya. Dan sebagai jalannya adalah dengan mengadakan Bahtsul Masaa’il dengan berpegang pada kaidah – kaidah, kitap – kitap serta fatwa para ‘ulama salaf. Sebagai hasilnya maka hadirlah E-Book kompilasi dari pelbagai hasil keputusan hasil Bahtsul Masaa’il dan semoga hal tersebut dapat bermanfaat bagi kita semua. 

DOWNLOAD E-BOOK RISALAH FIQH WANITA


       E-Book ini berisi kumpulan permasalahan yang sering terjadi pada diri para wanita, yang secara ringkas disusun ke dalam 7 Bab terdiri diantaranya mengenai hukum – hukum seputar haidh, nifas, istihadloh, serta bab – bab lainnya. Didalamnya disertakan pula pelbagai referensi dari kitab – kitab muktabar, dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. 

Download E-Book : Risalah Fiqh Wanita ( Chm )
 
Sumber : Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB

Sabtu, 30 Juli 2016

DOWNLOAD E-BOOK MEMBONGKAR KEDOK SALAFY WAHABY




         Di kalangan umat Islam akhir zaman seperti sekarang ini banyak bermunculan berbagai faham keagamaan yang tidak jarang saling berseberangan antara satu sama lain dan bahkan terjadi pula pertentangan diintern para penganut faham tersebut. Sehingga tidak ada salahnya kita untuk mengetahui tentang faham – faham tersebut agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan fatwa – fatwa yang mereka hadirkan. Dan salah satunya adalah faham salafy wahaby dengan Arab Saudi sebagai penyokong tersebesar dalam upaya penyerannya ke seluruh dunia. Maka hadirlah E-Book kompilasi ini sebagai wacana pengetahuan untuk memahami apa dan siapa sebenarnya salafy wahaby tersebut dan juga sebagai sarana bagi kaum muslimin di Indonesia khususnya nahdliyin agar dapat memperkokoh aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah An Nahdliyah. Selamat membaca dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Download E-Book :

Sumber : Abusalafy.wordpress.com
              Salafyindonesia.wordpress.com

Minggu, 24 Juli 2016

DOWNLOAD E-BOOK ISLAM DENGAN SUNNAH DAN BID’AH HASANAH


       Telah ramai pada akhir zaman ini dengan berbagai adu argumentasi tentang ada atau tidaknya Bid’ah hasanah serta jikalau ada maka baik atau tidaknya hal tersebut dilaksanakan kaum muslimin. Namun semua hal yang diperdebatkan tersebut hanyalah merupakan bagian furu’ ( cabang ) dari hasil – hasil ijtihad dari para ‘ulama, yang tidak seharusnya menimbulkan perpecahan di tubuh kaum muslimin. Dan juga sebaiknya dalam menyikapinya adalah dengan sikap saling menghormati, dengan tidak ‘mengklaim’ kebenaran hanya ada pada satu pihak. Maka dari itu hadirlah E-Book ini dalam menjawab beberapa pertanyaan seputar dalil pijakan dalil dalam menghidupkan Islam dengan Sunnah dan Bid’ah Hasanah, sehingga kita tidak antipati kepada sesama saudara Muslim. 

Download E-Book ( Chm )




Sumber : Pustaka E-Book Sunni Salafiyah - KTB

Jumat, 04 Maret 2016

Download E-Book Rekam Jejak Radikalisme Salafi Wahabi


Kata Pengantar

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم

الحمد لله وكفى، والصلاة والسلام على سيدنا المصطفى أما بعد:
     Wahabi atau wahhabiyyah adalah sebuah sebutan untuk para pendukung paham Muhammad bin Abdul Wahhab. Walaupun mereka menolak penisbatan wahabi/wahabiyyah ini atas gerakan kelompok mereka, namun para tokoh dan ulama mereka sendiri mengakui dan membanggakan penyebutan wahhabi /wahabiyyah terhadap kelompok pembela paham Muhammad bin Abdul Wahhab ini sebagaimana akan penulis terangkan dalam buku ini.
     Sekte Wahhabi ini sejak awal kemunculannya hingga saat ini selalu terjadi bentrok dengan mayoritas kaum muslimin lainnya, disebabkan paham-paham yang mereka bawa banyak berseberangan dengan paham mayoritas kaum muslimin yang sejak dulu berpaham Ahlus sunnah wal-Jama’ah. Sekte wahhabi ini selalu berteriak lantang mengajak kaum muslimin untuk kembali pada tauhid yang murni versi mereka dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan kekafiran, karena menurut mereka sejak masa Muhammad bin Abdul Wahhab bahkan sebelum kelahirannya hingga saat ini, pada umumnya kaum muslimin telah banyak melakukan perbuatan jahiliyyah, syirik dan kufr yang menyebabkan keluar dari Islam seperti melakukan praktek tawassul dengan nabi atau orang shaleh yang telah wafat. Dan tidak sedikit perkara furu’ ijtihadiy (masalah cabang yang yang masih diperselisihkan ulama) mereka jadikan perkara ushul (pokok) yang jika bertentangan dinilainya bid’ah, musyrik atau kafir sehingga sering kali lisan mereka, kitab-kitab, buku-buku, situs, majalah, bulletin, radio, televisi dan media lainnya tidak sepi dari vonis-vonis syirik, kafir atau bid’ah bagi yang bersebrangan dengan akidah dan qaidah mereka.
     Bahkan banyak sekali perkara furu’ yang terjadi saling vonis bid’ah sesama kelompok mereka sendiri, misalnya Ibnu Utsaimin menilai perkara meletakkan kedua tangan di dada setelah ruku’ adalah sunnah,[1] namun Albani menilainya itu bid’ah dhalalah.[2] Ketika kita sodorkan fakta ini pada mereka, maka mereka mungkin akan menjawab “ Ulama kami berijtihad, jika benar maka mendapat dua pahala dan jika salah, maka mendapat satu pahala “, lantas apa bedanya dengan para ulama besar yang berbeda pendapat dalam masalah semisal maulid, talqin, membaca Quran di kuburan dan lainnya?? Ya, mungkin prinsip mereka adalah jika ulama mereka saling berselisih, maka mereka menilainya itu ijtihad bukan bid’ah tetapi jika ulama di luar kelompok mereka berselisih, maka mereka menilainya bid’ah atau sesat. Misal lainnya : Ibnu Baaz[3] dan Ibnu Utsaimin[4] mengatakan bahwa menggunakan tasbih ketika berdzikir bukanlah bid’ah, sedangkan Albani[5], Ibnu al-Fauzan[6] dan Bakar Abu Zaid mengatakannya bid’ah dhalalah bahkan hal itu menyerupai dengan orang-orang kafir. Fa subhanallah Muqassimil ‘uquul..
       Slogan yang mereka dengungkan di tengah-tengah kaum muslimin memang terdengar bagus dan indah di telinga seperti “ Kembali kepada al-Quran dan Sunnah “, “ Tidak ada tempat meminta kecuali hanya kepada Allah “, “ Tidak ada pertolongan kecuali dari Allah “, sehingga tidak sedikit kaum muslimin yang terpengaruh oleh paham mereka. Namun slogan-slogan yang mereka dengungkan realitanya tidaklah sesuai dengan ajaran Ahlus sunnah waljama’ah meskipun mereka mengakui sebagai Ahlus sunnah waljama’ah satu-satunya, slogan-slogan itu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang telah disindir oleh sayyidina Ali Radhiallahu ‘anhu “ Kalimaatu haqqin uriida bihaal baathil “, “ Kalimat haq tapi yang dimaksud adalah kebatilan.
Dakwah mereka bukan membawa kedamaian dan persatuan umat Islam justru malah membawa perpecahan dan permusuhan di antara kaum muslimin sendiri, sehingga terjadi konflik tajam yang berkepanjangan seakan tak akan pernah ada habisnya. Inilah fitnah terbesar dalam agama yang jauh-jauh hari telah dinformasikan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :

 عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِسْتَقْبَلَ مَطْلَعَ الشَّمْسِ فَقَالَ مِنْ هَا هُنَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ وَهَا هُنَا اْلفِتَنُ وَالزَّلاَزِلُ وَاْلفَدَّادُوْنَ وَغِلَظُ اْلقُلُوْب

Dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah matahari terbit seraya bersabda “Dari sini muncul tanduk setan, dari sini muncul fitnah dan kegoncangan dan orang-orang yang bersuara keras dan berhati kasar “. [HR. Thabrani, Mu’jam Al Awsath 8/74 no 8003]
Dalam hadits lainnya Nabi bersabda :

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ قَوْلَ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، فَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ ، فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَة

“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sebaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “.(HR. Imam Bukhari : 3342)

      Dalam buku ini penulis menguraikan sejarah awal kemunculan sekte takfir (mudah memvonis kafir), tasyriik (mudah memvonis syirik) dan tabdii’ (mudah memvonis bid’ah) ini agar kaum muslimin lebih mengetahui doktrin-doktrin menyimpang yang dibangun oleh mereka sehingga harapannya nanti tidak mudah dipengaruhi oleh manisnya rayuan dakwah mereka di balik topeng yang mengatasnamakan tauhid dan shalaf shaleh. Dalam buku ini penulis juga menguak secara ringkas sejarah kaum Khawarij yang telah diinformasikan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak haditsnya sejak masa Nabi, imam Ali dan generasi-generasi Khawarij selanjutnya yang mewarisi doktrin takfirnya salah satunya sekte Wahhabi ini yang sekarang bermetamorfosis menjadi salafi atau salafiyyah yang mengklaim kelompok merekalah pengikut manhaj salaf shaleh satu-satunya.
     Refrensi sejarah dan ajaran sekte ini, penulis nukil dari kitab-kitab karya ulama mereka (wahabi) sendiri baik yang sezaman dengan pendiri mereka atau bahkan karya-karya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri maupun para ulama setelahnya agar penjabarannya menjadi terang, adil dan jelas. Baik kitab-kitab sejarahnya, ideology, fiqih maupun kumpulan fatwa-fatwa ulama mereka. Dan sebagian juga kami ambil dari karya tulis para ulama mu’tabar di luar sekte ini sebagai penyeimbang informasi.
Buku ini penulis bagi menjadi enam bab sebagai berikut :

Bab I menguraikan sejarah ringkas Muhammad bin Abdul Wahhab yang penulis sertakan scan redaksi dari kitab-kitab sejarah ulama Wahhabi sendiri dan sedikit dari kitab sejarah ulama Ahlus sunnah selain mereka sebagai penyeimbang informasi. Pada bab ini, penulis angkat penuturan sejarawan Wahhabi dalam kitab-kitab sejarah mereka yang berbicara secara tulus dan bangga berkenaan kerancuan paham, keberingasan dan kekejaman Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang dianggap sebagai paham Islam yang murni, dan dianggap telah sesuai dengan al-Quran dan manhaj Nubuwwah. Dan setiap selesai penukilan, penulis tuangkan komentar penulis sebagai penjelas dan klarifikasi pada persoalan yang terjadi sebenarnya, agar memberikan pemahaman yang jelas dan sesuai realitanya pada pembaca.

Bab II menguraikan tentang fitnah tanduk syaitan yang telah diinformasikan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits sahihnya. Dalam bab ini, penulis berusaha menjelaskan secara detail posisi letak munculnya fitnah dan kegoncangan dahysat tersebut secara ilmiyyah, sesuai kaidah ilmu hadits dan ushul fiqih, di mana hal ini juga menjadi konflik dan dilema di dalam memahami makna dan menetapkan posisinya, penulis sertakan pula komentar para ulama mu’tabar dari berbagai ahli disiplin ilmu, baik ahli tafsir, hadits, fiqih, nahwu, buldan dan ilmu geografi.
Penulis juga memaparkan hadits-hadits sahih yang menerangkan  sifat dan ciri-ciri para pembawa fitnah tanduk syaitan tersebut disertai komentar para ulama Ahlu sunnah yang mu’tabar yang juga terkait dengan munculnya kaum Khawarij dan Wahhabi ini. Dalam bab ini penulis juga menyebutkan beberapa fitnah yang terjadi di Najd sesuai histori yang ada dalam kesaksian kitab-kitab ulama sejarah.

Bab III menguraikan sebagian penyimpangan kaum wahabi yang menyebabkan terjadinya konflik dengan kaum muslimin lainnya dan bantahan atasnya secara ilmiyyah dan aergumentativ.

Bab IV menguraikan konsep tauhid wahhabi yang menjadi dasar konflik dengan mayoritas kaum muslimin. Pembagian tauhid yang mereka ada-adakan menjadi problem yang merenggangkan keharmonisan di tengah-tengah umat Islam. Sehingga muncullah pemahaman takfir, tasyrik, tabdi’ dan tadhlil kepada mayoritas umat Islam dan bahkan kepada para ulama besar Ahlus sunnah wal-Jama’ah.  Bantahan atas pembagian tauhid yang bathil ini, juga penulis paparkan secara detail dan aergumentativ.

Bab V menguraikan konsep aqidah tajsim kaum Wahhabi khususnya dari para ulama mereka belakangan ini yang semakin menyimpang jauh dari sebelumnya. Konsep akidah yang mensifati Allah dengan sifat-sifat makhluk hingga pada taraf menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, Naudzu bilahi min dzaalik… Penulis sertakan pula ucapan-ucapan para ulama besar dari kalangan salaf dan khalaf tentang akidah yang dibawa oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Bab VI menguraikan kegoncangan dan kontradiksi yang terjadi di kalangan Wahhabi sendiri dalam masalah akidah yang membuktikan bahwa akidah mereka bathil dan bukan berasal dari akidah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang diikuti oleh para sahabat dan mayoritas ulama Ahlus sunnah wal-Jama’ah.
Semoga buku ini menjadi bagian dari benteng akidah Ahlus sunnah wal-Jama’ah dan menjadi obat penawar dari virus-virus wahabisme yang sudah menjangkiti sebagian saudara-saudara kita.

     Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guru besar penulis al-Fadhil, al-‘Alim, al-Karim ibnu al-karim al-Habib al-Ustadz Taufiq bin Abdul Qadir as-Seggaf yang telah membimbing dan mendidik penulis di pesantrennya sehingga penulis banyak mendapatkan ilmu agama yang bermanfaat sesuai ajaran Ahlus sunnah wal-Jama’ah dan para salaf shaleh. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada al-Ustadz Muhammad Ma’ruf ketua Lembaga Bahtsul Masail NU Surabaya yang telah mendukung penulis di dalam merealisasikan karya tulis ini dan juga kepada pihak penerbit Khalista yang telah bersedia menerbitkan buku ini, semoga Allah subhanahu wa Ta’aala membalas semuanya dengan sebaik-baik balasan. Kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan dari pembaca sekalian demi kebaikan dan perbaikan buku ini dalam edisi-edisi berikutnya.
وَمَا تَوْفِيْقِي اِلاَّ بِاللهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ


Pasuruan, 10 Maret 2013
Achmad Imron R
(FB : Ibnu Abdillah Al-Katibiy)
[1] Lihat kitab Majmu’ Fatawa wa Rasaail Syaikh Ibnu Utsaimin jilid 13 bab shifatir ruku’
[2] Lihat kitab Shifah shalatin Nabi, Albani : 120
[3] Khalid bin Abdurrahman al-Jarisyi Ulama al-Balad al-Haram : 989
[4] Khalid bin Abdurrahman al-Jarisyi Ulama al-Balad al-Haram : 990
[5] Qamus al-Bida’ : 695
[6] Lihat al-Bida’ wa al-muhdatsat : 435


Download Free E-Books : Rekam Jejak Radikalisme Salafi Wahabi
 
Sumber : Kios Santri

Sabtu, 27 Februari 2016

Download Keputusan Bahtsul Masail Maudhu’iyah PWNU Jawa Timur Tentang Islam Nusantara

Keputusan Bahtsul Masail Maudhu’iyah
PWNU Jawa Timur Tentang Islam Nusantara
di Universitas Negeri Malang
13 Februari 2016
  1. Mukadimah
  2. Pembahasan
  3. Maksud Islam Nusantara
  4. Metode Dakwah Islam Nusantara
  5. Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya
    a. Ayat al-Qur’an dan hadits yang Redaksinya Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat
    b. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam
    c. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya
    d. Melestarikan Tradisi/Budaya Yang Menjadi Media Dakwah
  6. Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan
    a. Sikap Terhadap Pluralitas Agama
    b. Toleransi Terhadap Agama Lain
    c. Toleransi Terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama’ah
  7. Konsistensi Menjaga Persatuan Bangsa untuk Memperkokoh Integritas NKRI
Musahih:
  1. Syafruddin Syarif
    KH. Romadlon Khotib
    KH. Marzuki Mustamar
    KH. Farihin Muhson
    KH. Muhibbul Aman Ali
Perumus:
  1. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I.
    H. Azizi Hasbulloh
    H. MB. Firjhaun Barlaman
    H. Athoillah Anwar
    H. M. Mujab, Ph.D
Moderator:
Ahmad Muntaha AM
Notulen:
H. Ali Maghfur Syadzili, S.Pd.I.
H. Syihabuddin Sholeh
H. Muhammad Mughits
Ali Romzi
ISLAM NUSANTARA
Islam-Nusantara LBM
  1. Mukadimah
Pakar sejarah Ibn Khaldun (1332-1406 M) dalam karyanya, Muqaddimah (37-38) mengatakan:
أَنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ، إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ، وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ، فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ.
“Sungguh keadaan dunia, bangsa-bangsa, adat-istiadat dan keyakinan mereka tidak selalu mengikuti satu model dan sistem yang tetap, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana hal itu terjadi pada manusia, waktu, dan kota, di berbagai kawasan, zaman, dan negeri juga terjadi/berlangsung sunnah Allah (sunnatullah) yang telah terjadi pada hamba-hambaNya.”
Di bumi Nusantara (Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI) terdapat tradisi dan budaya dalam sistem pengimplementasian ajaran agama, sehingga hal itu menjadi ciri khas Islam di Nusantara yang tidak dimililiki dan tidak ada di negeri lain. Perbedaan tersebut sangat tampak dan dapat dilihat secara riil dalam beberapa hal, antara lain:
1. Dalam implementasi amalan Islam di Nusantara ada tradisi halal bihalal setiap tahun, haul, silaturrahim setiap hari raya (Idul Fitri), hari raya ketupat, baca solawat diiringi terbangan, sedekahan yang diistilahkan selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari, tingkepan, sepasaran bayi, sepasaran pengantin, arak-arak pengantin yang meliputi undang mantu, ngunduh mantu, sekaligus diadakan Walimatul ‘Urs baik oleh keluarhga wanita maupun keluarga laki-laki,dan tradisi lainnya.
2. Dalam hal berpakaian ada yang memakai sarung, berkopyah, pakaian adat Betawi, Jawa, Papua, Bali, Madura, dan masih banyak model pakian adat lain, terutama telihat dalam pakian pernikahan dimana pengantin dirias dan dipajang di pelaminan, dan lain sebagainya.
  1. Dalam hal toleransi pengamalan ajaran Islam, ada yang solat Id di lapangan, di masjid, musalla, bahkan ada hari raya dua kali. Ada yang shalat tarawih 20 rakaat, ada pula yang delapan rakaat. Di antara pelaksanaan tarawih ada yang memisahnya dengan taradhi bagi empat al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dengan shalawat, dan ada yang memisahnya dengan doa. Dalam acara akikah ada yang diisi dengan shalawatan, dan ada yang diisi tahlilan, dan selainnya.
  2. Dalam hal toleransi dengan budaya yang mengandung sejarah atau ajaran, ada di sebagian daerah dilarang menyembelih sapi seperti di Kudus Jawa tengah yang konon merupakan bentuk toleransi Sunan Kudus pada ajaran Hindu yang menyucikannya, adat pengantin dengan menggunakan janur kuning, kembang mayang, dan selainnya.
  3. Dalam toleransi dengan agama lain ada hari libur nasional karena hari raya Islam, hari raya Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan ada hari libur lainnya.Kemudian Islam Nusantara menjadi tema utama pada Muktamar NU ke 33 di Jombang. Munculnya istilah Islam Nusantara mengundang reaksi yang beragam, baik yang pro maupun yang kontra sejak sebelum muktamar digelar sampai sekarang. Karena itu, PW LBM NU Jawa Timur memandang sangat perlu membuat rumusan tentang Islam Nusantara secara objektif dan komprehensif dalam rangka menyatukan persepsi tentang Islam Nusantara.
  4. Pembahasan
  5. Maksud Islam Nusantara
Islam adalah agama yang dibawa Rasulullah Saw, sedangkan kata “Nusantara” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sebutan atau nama bagi seluruh kepulauan Indonesia. Wikipedia menambahkan, wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua itu, sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia.
Ketika penggunaan nama “Indonesia” (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia.
Sebenarnya belum ada pengertian definitif bagi Islam Nusantara. Namun demikian Islam Nusantara yang dimaksud NU adalah: a) Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan di bumi Nusantara oleh para pendakwahnya, yang di antara tujuannya untuk mengantisipasi dan membentengi umat dari paham radikalisme, liberalisme, Syi’ah, Wahabi, dan paham-paham lain yang tidak sejalan dengan Ahlussunnah wal Jamaah, sebagaimana tersirat dalam penjelasan Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah (h. 9):
فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ البِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِي أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ المُبْتَدِعِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ. قَدْ كَانَ مُسْلِمُوْا الأَقْطَارِ الجَاوِيَّةِ فِي الأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الآرَاءِ وَالمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي المَأْخَذِ وَالمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الفِقْهِ عَلَى المَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْس، وَفِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الإِمَامِ أَبِي الحَسَنِ الأَشْعَرِي، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الإِمَامِ الغَزالِي وَالإِمَامِ أَبِي الحَسَنِ الشَّاذِلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ.
Selain itu, Islam Nusantara menurut NU juga dimaksudkan sebagai b) metode (manhaj) dakwah Islam di bumi Nusantara di tengah penduduknya yang multi etnis, multi budaya, dan multi agama yang dilakukan secara santun dan damai, seperti tersirat dalam pernyataan Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori Tuban dalam Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Aulia’ al-‘Asyrah, (h. 23-24) saat menghikayatkan dakwah santun Sayyid Rahmad (Sunan Ampel):
ثم قال السيد رحمة أنه لم يوجد في هذه الجزيرة مسلم إلا أنا وأخي السيد رجا فنديتا وصاحبي أبو هريرة. فنحن أول مسلم في جريرة جاوه … فلم يزل السيد رحمة يدعون الناس إلى دين الله تعالى وإلى عبادته حتى أتبعه في الإسلام جميع أهل عمفيل وما حوله وأكثر أهل سوربايا. وما ذلك إلا بحسن موعظته وحكمته في الدعوة وحسن خلقه مع الناس وحسن مجادلتهم إياهم امتثالا لقوله تعالى: ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ الآية (النحل: 125) وقوله تعالى: وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ (الحجر: 88)، وقوله تعالى: وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (لقمان: 17). وهكذا ينبغي أن يكون أئمة المسلمين ومشايخهم على هذه الطريقة حتى يكون الناس يدخلون في دين الله أفواجا.
Dalam kitab yang sama, Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori juga memaparkan dakwah Maulana Ishaq (paman Sunan Ampel) yang didahului dengan khalwat untuk riyadhah (tirakat) menjaga konsistensi mengamalkan syariat, baik ibadah fardhu maupun sunnah. Kemudian dengan karamahnya mampu menyembuhkan Dewi Sekardadu putri Minak Sembayu Raja Blambangan Banyuwangi yang sedang sakit dan tidak dapat disembuhkan para Tabib saat itu, sehingga dinikahkan dengannya dan diberi hadiah separuh wilayah Blambangan. Jasa besar, posisi strategis, dan keistikamahan dakwahnya menjadi sebab keberhasilan dakwahnya mengislamkan banyak penduduk Blambangan, Banyuwangi (Ahla al-Musamarah, h. 24-26).
  1. Metode Dakwah Islam Nusantara
Sampai kini masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang masuknya Islam di Nusantara. Di antara yang menjelaskannya adalah Ulama Nusantara Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori dalam Ahla al-Musamarah, Islam masuk ke Nusantara (Jawa secara lebih khusus) pada akhir abad keenam Hijriyyah, bersamaan dengan kedatangan Sayyid Rahmat dan Sayyid Raja Pandita dari Negeri Campa (Vietnam sekarang) ke Majapahit untuk menjenguk Bibinya Martanigrum yang menjadi istri Raja Brawijaya. Sementara menurut Sayyid Muhammad Dhiya’ Syahab, dalam ta’liqatnya atas kitab Syams azh-Zhahirah, Sayyid Ali Rahmat datang ke Jawa pada 751 H (1351 M). Meskipun demikian, semua sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan dakwah santun dan penuh hikmah.
Metode dakwah Islam Nusantara yang ramah, santun dan penuh hikmah, setidaknya meliputi metode dakwah Islam Nusantara masa Walisongo dan masa kekinian. Pertama, metode dakwah Islam Nusantara pada masa Walisongo sebagaimana tergambar dalam Ahla al-Musamarah fi al-Auliya’ al-‘Asyrah yang antara lain dengan:
a. Pendidikan: pendidikan agama Islam yang kokoh meliputi syariat, tarekat, dan hakikat sebagaimana pendidikan yang dilangsungkan oleh Sunan Ampel.
b. Kaderisasi: menghasilkan generasi penerus yang konsisten menjalankan syariat, riyadhah, dan menjauhi segala kemungkaran, sehingga mampu menjadi pimpinan yang mengayomi sekaligus disegani di tengah masyarakatnya dan mampu mengajaknya untuk memeluk agama Islam, seperti halnya yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Pamannya, Maulana Ishaq dalam mendidik anak-anak dan murid-muridnya.
c. Dakwah: konsistensi menjalankan dakwah yang ramah dan penuh kesantunan sebagaimana dakwah Walisongo sehingga menarik simpati dan relatif diterima masyarakat luas.
d. Jaringan: jaringan dakwah yang kokoh, sistematis, dan terorganisir, penyebaran murid-murid Sunan Ampel. Sunan Bonang di Lasem dan Tuban, Sunan Gunungjati di Cirebon, Sunan Giri di Tandes, Raden Fatah di Bintoro, Sunan Drajat di Lamongan dan Sedayu, dan selainnya.
e. Budaya: seperti pendirian masjid sebagai pusat peradaban Islam, seperti masjid Ampel, Masjid Demak.
f. Politik: politik li i’lai kalimatillah yang bersentral pada musyawarah ulama.
Referensi:
a. Ahla al-Musamarah, h. 14-48
b. Syams azh-Zhahirah, I/525
Kedua, metode dakwah Islam Nusantara di masa kini secara prinsip sama dengan metode dakwah di masa Walisongo, meskipun dalam strateginya perlu dilakukan dinamisasi sesuai tantangan zaman, dengan tetap berpijak pada aturan syar’i. Secara terperinci metode tersebut dapat dilakukan dengan:
  1. Berdakwah dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan berdialog dengan penuh kesantunan.
    b. Toleran terhadap budaya lokal tidak bertentangan dengan agama.
    c. Memberi teladan dengan al-akhlak al-karimah.
    d. Memprioritaskan mashlahah ‘ammah daripada mashlahah khasshah.
    e. Berprinsip irtikab akhaff ad-dhararain.
    f. Berprinsip dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-mashalih.
Ulama sepakat mashlahah yang dijadikan dasar adalah mashlahah yang punya pijakan syariat, sehingga mashlahah yang mengikuti hawa nafsu ditolak. Sebab, bila mashlahah dikembalikan kepada manusia maka standarnya akan berbeda-beda sesuai kepentingan masing-masing. Inilah yang melatarbelakangi rumusan fikih dikembalikan pada madzahib mudawwan (mazhab yang terkodifikasi). Allah Swt berfirman:
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيما حَكِيمًا. (النساء: 11)وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ. (المؤمنون: 71).اَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُن مِّن الْمُمْتَرِينَ (آل عمران: 60)
Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa mengatakan, orang menganggap mashlahah tanpa dasar dalil syar’i maka batal. Beliau juga mengatakan, mashlahah yang dilegalkan syara’ adalah menjaga al-kulliyah al-khams, yakni:
a. Melindungi agama
b. Melindungi nyawa
c. Melindungi akal
d. Melilndungi keturunan
e. Melindungi harta.
Terkait mashlahah mursalah atau munasib mursal yang diutarakan Imam Malik, maka Fuqaha Syafi’iyyah, Hanafiyah dan bahkan Ashab Imam Malik sendiri telah melarang mencentuskan hukum dengan dalil mashlahah mursalah. Lalu apa maksud maslahah mursalah Imam Malik ini? Jika Imam Malik memang melegalkan mashlahah mursalah, maka ulama menginterpretasikan bahwa yang dimaksud Imam Malik adalah al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah al-qath’iyyah, bukan dalam setiap mashlahah. Seperti halnya dalam kondisi perang, tentara kafir menjadikan sejumlah orang Islam sebagai perisai, padahal andaikan mereka berhasil menerobos maka berakibat fatal karena dapat menguasai/menjajah negeri kaum Muslimin, sedangkan bila diserang jelas-jelas akan menjamin keamanan bagi kaum Muslimin yang lebih banyak, namun pasti mengorbankan sejumlah orang Islam yang dijadikan sebagai perisai tersebut. Dalam kasus ini, penyerangan terhadap mereka sangat ideal dan kemaslahatannya sangat nyata (termasuk kategori al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah al-qath’iyyah), meskipun tidak terdapat penjelasan dari syara’ apakah dii’tibar atau diilgha’kan. Dalam kasus ini Imam Malik membolehkan penyerangan dengan dalil mashlahah mursalah, tidak dalam semua mashlahah.
Cara mengaplikasikan kaidah maslahah dalam realitas saat ini adalah dengan:
a. Mengembalikannya pada dalil-dalil syariat.
b. Bemilah-milah antara hukum yang bersifat ta’abbudi (dogmatif) dengan hukum ta’aqquli (yang diketahui maksudnya).
c. Membedakan antara hikmah dan ‘illat.
Referensi:
a. Al-Bahr al-Madid, IV/95.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
c. Al-Mahshul fi ‘Ilm al-Ushul, V/172-175.
d. Al-Mustashfa, VI/48.
e. Al-Ihkam, IV/160.
b. At-Taqrir wa at-Tahbir, III/149.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
  1. Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya
Islam tidak anti terhadap tradisi/budaya, bahkan sebaliknya Islam akomodatif padanya. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu berbagai ayat al-Qur’an dan hadits yang dalam redaksinya mengakomodir tradisi/budaya; dan beberapa tradisi/budaya jahiliyah menjadi ajaran Islam. Selain itu, dakwah Islam di Nusantara ketika berhadapan dengan berbagai tradisi/budaya bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan sebagaimana akan dijelaskan.
  1. Redaksi Ayat al-Qur’an dan hadits yang Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat
Pertama, ayat tentang riba:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (آل عمران :13)
Jika dipahahami dari makna literalnya, riba yang dilarang dalam ayat ini hanya riba yang berlipat-ganda, bukan riba yang sedikit. Tetapi tidak ada satupun pendapat Imam Mujtahid yang membolehkannya meskipun sedikit. Sebab kata أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً merupakan pengakomodasian budaya kafir jahiliyyah dimana saat itu mereka berlomba-lomba dan bangga dengan riba yang berlipat ganda.
Kedua, ayat tentang menikahi anak tiri:
وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنِ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُم (النساء: 23)
Secara literal ayat ini hanya menyebutkan keharaman menikahi anak tiri yang ibunya sudah disetubuhi jika anak tiri tersebut dirawat ayah tirinya. Tapi tidak ada satupun Imam Mujtahid yang menghalalkan orang menikahi anak tiri yang ibunya sudah disetubuhi, baik anak tersebut dirawat ayah tirinya ataupun tidak. Sebab penyebutan kata فِي حُجُورِكُمْ merupakan pengakomodasian budaya jahiliyyah dimana jika ada percerian maka anak perempuan mereka cenderung mengikuti ibunya meskipun harus hidup bersama ayah tiri, daripada mengikuti ayahnya tapi harus hidup bersama ibu tiri, karena biasanya yang kejam adalah ibu tiri bukan ayah tiri.
Ketiga, ayat tentang perempuan dan laki-laki jalang:
اَلْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. (النور: 26)
Dalam ayat ini pula, secara literal Allah menjelaskan bahwa wanita jalang untuk pria jalang, dan sebaliknya; dan wanita shalihah untuk pria shalih dan sebaliknya. Tapi dalam syariat tidak diharamkan wanita jalang bersuami pria shalih dan sebaliknya. Penjelasan ayat di atas hanya sekedar mengakomodir budaya, yakni orang-orang baik biasanya akan memilih orang-orang baik dan sebaliknya. Selain itu, masih banyak ayat redaksinya mengakomodir budaya, sehingga secara implisit mengajarkan agar melestarikan budaya.
Keempat, anjuran untuk menjaga etika daripada melaksanakan perintah yang tidak wajib. Meskipun ada hadits yang melarang berdiri karena kedatangan Nabi Saw, namun dalam hadits lain beliau membiarkan Hassan ra berdiri menghormatinya sesuai tradisi masyarakat Arab.
Bahkan di hadits lain beliau memerintahkan para sahabat untuk berdiri menghormati Mu’adz bin Jabal ra:
عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ بْنَ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ قَالَ نَزَلَ أَهْلُ قُرَيْظَةَ عَلَى حُكْمِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى سَعْدٍ فَأَتَاهُ عَلَى حِمَارٍ فَلَمَّا دَنَا قَرِيبًا مِنَ الْمَسْجِدِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَنْصَارِ « قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ – أَوْ خَيْرِكُمْ . (رواه مسلم)
Referensi:
a. Rawai’ al-Bayan, I/292-293 dan 1455.
b. I’anah at-Thalibin, III/305.
  1. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam
Pertama, tradisi puasa Asyura yang biasa dilakukan masyarakat Jahiliyah diakomodir menjadi kesunnahan dalam Islam.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ فَقَالُوا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى أَظْهَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِى إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ. (رواه مسلم)
Kedua, tradisi akikah yang pada masa Jahiliyah diakomodir menjadi kesunnahan dalam Islam, kecuali kebiasaan mengolesi kepala bayi dengan darah hewan akikah diganti dengan mengolesinya dengan minyak wangi.
عَن عبد الله بن بُرَيْدَة، عَن أَبِيه قَالَ: كُنَّا فِي الْجَاهِلِيَّة إِذا ولد لِأَحَدِنَا غُلَام ذبح شَاة ولطخ رَأسه بدمها، فَلَمَّا جَاءَ الله بِالْإِسْلَامِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً ونحلق رَأسه ونلطخه بزعفران. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالْحَاكِم. صَحِيح)
Ketiga, ritual-ritual haji. Seperti thawaf yang sudah menjadi tradisi kaum Jahiliyyah dalam Islam ditetapkan sebagai salah satu ritual haji, namun dengan mengganti kebiasaan telanjang di dalamnya dengan pakaian ihram.
Keempat kebolehan untuk menerima hadiah makanan dari tradisi kaum Majuzi di hari raya mereka selain daging sembelihannya.
Referensi:
a. Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, VIII/9.
b. As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibn Ishaq, III/305.
c. Mushannaf Ibn Abi Syaibah, XII/249.
  1. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya
Dalam tataran praktik dakwah Islam di Nusantara, ketika berhadapan dengan berbagai tradisi/budaya bisa digunakan empat pendekatan (approach), yaitu adaptasi, netralisasi, minimalisasi, dan amputasi.
Pertama pendekatan adaptasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syariat (tidak haram). Bahkan hal ini merupakan implementasi dari al-akhlaq al-karimah yang dianjurkan oleh Nabi Saw. Tradisi/budaya yang disikapi dengan pendekatan adaptasi mencakup tradisi/budaya yang muncul setelah Islam berkembang maupun sebelumnya. Seperti tradisi bahasa kromo inggil dan kromo alus dalam masyarakat Jawa untuk sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
عن معاذِ بنِ جبلٍ رضي الله عنهما، عن رسولِ الله صلى الله عليه وسلم، قَالَ: اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأتْبعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، وَقالَ: حديث حسن)
Kedua pendekatan netralisasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang di dalamnya tercampur antara hal-hal yang diharamkan yang dapat dihilangkan dan hal-hal yang dibolehkan. Netralisasi terhadap budaya seperti ini dilakukan dengan menghilangkan keharamannya dan melestarikan selainnya. Allah berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ. (البقرة: 200)
Dalam menjelaskan sabab an-nuzul ayat ini Imam Mujahid menyatakan, bahwa orang-orang Jahiliyah seusai melaksanakan ibadahnya biasa berkumpul dan saling membangga-banggakan nenek moyang dan nasab mereka yang jelas-jelas dilarang dalam Islam, kemudian turun ayat tersebut yang tidak melarang perkumpulannya namun hanya memerintahkan agar isinya diganti dengan zikir kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menganjurkan penghapusan tradisi/budaya secara frontal, namun menganjurkan untuk meluruskan hal-hal yang belum lurus saja.
Ketiga pendekatan minimalisasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung keharaman yang belum bisa dihilangkan seketika. Minimalisasi budaya semacam ini dilakukan dengan cara: a) mengurangi keharamannya sebisa mungkin, yaitu dengan menggantinya dengan keharaman yang lebih ringan secara bertahap sampai hilang atau minimal berkurang; b) membiarkannya sekira keharaman tersebut dapat melalaikan pelakunya dari keharaman lain yang lebih berat.
Keempat pendekatan amputasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung keharaman yang harus dihilangkan. Amputasi terhadap budaya semacam ini dilakukan secara bertahap, seperti terhadap keyakinan animisme dan dinamisme. Meskipun dilakukan dengan cara menghilangkan hingga ke akarnya, pendekatan ini dilakukan secara bertahap. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw dalam menyikapi keyakinan paganisme di masyarakat Arab menghancurkan fisik berhala-berhala, berikut berhala keyakinan, pemikiran, dan kebudayaannya. Tradisi tersebut berhasil dihilangkan, namun baru terlaksana secara massif pada peristiwa pembebasan kota Makkah (Fath Makkah) pada 630 M / 8 H, atau saat dakwah Islam telah berusia 21 tahun.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال :دخل النبي صلى الله عليه و سلم مكة وحول البيت ستون وثلاثمائة نصب فجعل يطعنها بعود في يده ويقول: جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا. جاء الحق وما يبدئ الباطل وما يعيد. (رواه البخاري)
Referensi:
a. Mirqah Shu’ud at-Tasydiq fi Syarh Sulam at-Taufiq, 61.
b. Majma’ az-Zawa’id, VIII/347.
c. Asbab an-Nuzul karya al-Wahidhi, I/39.
d. Ihya ‘Ulum ad-Din, III/62.
e. I’lam al-Muwaqqi’in, III/12.
  1. Melestarikan Tradisi/Budaya Yang Menjadi Media Dakwah
Tradisi/Budaya yang telah menjadi media dakwah dan tidak bertentangan dengan agama, semestinya dilestarikan. Sebagaimana tradisi kirim doa untuk mayit pada hari ke tujuh, ke-40, ke-100, dan ke-1000 dari kematiannya, sebab tidak bertentangan dengan agama dan justru menarik masyarakat berkirim doa bagi orang-orang yang telah meninggal. Sebab jika tradisi ini dihilangkan, kebiasaan kirim doa juga akan ikut hilang atau berkurang.
Namun bila di tempat atau waktu tertentu tidak efektif dan justru kontra produktif bagi dakwah Islam di Nusantara, maka tradisi tersebut semestinya diubah secara arif dan bertahap sesuai kepentingan dakwah (dikembalikan pada prinsip mashlahah).
Referensi:
a. Referensi Metode Dakwah Islam Nusantara.
b. Nihayah az-Zain, 281.
c. Majma’ az-Zawa’id, VIII/347.
d. Al-Adam as-Syar’iyyah, II/114.
e. Ihya ‘Ulum ad-Din, III/62.
  1. Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan
  2. Sikap Terhadap Pluralitas Agama
Pertama, meyakini bahwa pluralitas agama (perbedaan agama, bukan pluralisme menyakini kebenaran semua agama) di dunia merupakan sunnatullah. Ini seharusnya yang menjadi asas dalam amr ma’ruf nahi munkar, sehingga jelas tujuannya untuk melakukan perintah Allah, bukan untuk benar-benar berhasil menghilangkan semua kemungkaran dari muka bumi yang justru dalam prosesnya sering melanggar prinsip-prinsipnya.
... وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة: 48)
Kedua, memperkuat keyakinan atas kebenaran ajaran Islam; tidak mengikuti ajaran agama lain dan menghindari memaki-maki penganutnya. Allah Swt berfirman:
وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّواْ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُون. (الانعام: 108)
Ketiga, menolak dakwah yang bertentangan dengan Islam dengan cara terbaik dan bijaksana, serta menunjukkan kebaikan ajaran Islam. Allah Swt berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ. وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. (فصلت: 33-34)
Keempat, amr ma’ruf nahi munkar dengan arif dan bijaksana. Allah Swt berfirman:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. (النحل: 125)
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (البقرة: 44)
Referensi:
Mafatih al-Ghaib, XIII/114-116, III/44 dan 193, VIII/145, XX/112-114.
  1. Toleransi Terhadap Agama Lain
Toleransi terhadap agama lain yang berkembang di masyarakat merupakan keniscayaan, demi terbangunnya kerukunan antarumat beragama di tengah pluralitas. Bahkan Islam mengajarkan agar berpekerti baik terhadap semua manusia tanpa memilih-milih, terhadap orang yang seagama maupun tidak, dan terhadap orang shalih maupun sebaliknya. Al-Hakim at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul (III/97) mengatakan:
وقال صلى الله عليه وسلم: أوحى الله إلى إبراهيم عليه السلام يا إبراهيم حسن خلقك ولو مع الكفار تدخل مداخل الأبرار فإن كلمتي سبقت لمن حسن خلقه أن أظله في عرشي وأن أسكنه في حظيرة قدسي وأن أدنيه من جواري. وحسن الخلق على ثلاث منازل: أولها أن يحسن خلقه مع أمره ونهيه، الثانية أن يحسن خلقه مع جميع خلقه، الثالثة أن يحسن خلقه مع تدبير ربه فلا يشاء إلا ما يشاء له ربه.
Dalam rangka mendakwahkan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, toleransi dapat dipraktikkan dengan menjalin mu’amalah zhahirah yang baik antarumat beragama, memberi jaminan keselamatan jiwa dan harta, serta tidak mengganggu pengamalan keyakinan lain selama tidak didemonstrasikan secara provokatif di kawasan yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam.
Namun demikian, penerapan toleransi kaum muslimin terhadap agama lain perlu memperhatikan batas-batasnya sebagaimana berikut:
1) Tidak melampaui batas akidah sehingga terjerumus dalam kekufuran, seperti rela dengan kekufuran, ikut meramaikan hari raya agama lain dengan tujuan ikut mensyiarkan kekufuran, dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.
2) Tidak melampaui batas syariat sehingga terjerumus dalam keharaman, seperti ikut datang ke tempat ibadah agama lain saat perayaan hari rayanya, mengundang pemeluk agama lain untuk menghadiri perayaan hari raya umat Islam, mengucapkan selamat hari raya kepada mereka dan semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.
Referensi:
a. Faidh al-Qadir, III/71.
b. Mafatih al-Ghaib, VIII/10-11.
c. Hasyiyyah al-Bujairami, V/183.
d. Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il az-Zain, 199.
e. Qurrah al-‘Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209.
f. Asna al-Mathalib, III/167.
g. Al-Hawi al-Kabir, XIV/330.
h. Qurrah al-‘Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209.
i. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, IV/239.
j. Al-Adab as-Syar’iyyah, IV/122.
k. Bughyah al-Mustarsyidin, I/528.
l. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, XII/8.
  1. Toleransi Terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama’ah
Selain pluralitas agama, di Nusantara terdapat bermacam pemahaman keagamaan (akidah) dalam lingkungan Umat Islam, sehingga diperlukan toleransi terhadap kelompok umat Islam yang dalam masalah furu’iyyah maupun ushuliyyah berbeda pemahaman dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. Secara prinsip toleransi dalam konteks ini tetap mengedepankan semangat Islam sebagai agama yang merahmati semesta alam dan al-akhlaq al-karimah, seperti halnya dalam toleransi antarumat beragama. Begitu pula dalam tataran praktiknya, batas-batas toleransi terhadap kelompok umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah sama dengan batas-batas dalam toleransi antarumat beragama, yaitu tidak boleh melampaui batas akidah dan syariat.
Toleransi dalam konteks ini tidak menafikan semangat dakwah untuk menunjukkan kebenaran (al-haqq) dan menghadapi berbagai syubhat (propaganda) yang mereka sebarkan, terlebih yang bersifat provokatif, mengancam kesatuan Umat Islam, integritas bangsa secara lebih luas.
عن معاوية بن حيدة قال : خطبهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : حتى متى ترعون عن ذكر الفاجر هتكوه حتى يحذره الناس. (رواه الطبراني في الثلاثة وإسناد الأوسط والصغير حسن رجاله موثقون واختلف في بعضهم اختلافا لا يضر)
Selain itu, dalam menyikapi umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1) Dalam melakukan amr ma’ruf nahi munkar kepada mereka tidak boleh sampai menimbulkan fitnah yang lebih besar, terlebih di daerah yang jumlah mereka seimbang dengan jumlah umat Islam Sunni. Dalam kondisi seperti ini amr ma’ruf nahi munkar wajib dikoordinasikan dengan pemerintah.
2) Tidak menganggap kufur mereka selama tidak terang-terangan menampakkan hal-hal yang telah disepakati (ijma’) atas kekufurannya, yaitu menafikan eksistensi Allah, melakukan syirk jali yang tidak mungkin dita’wil, mengingkari kenabian, mengingkari ajaran Islam yang bersifat mutawatir atau yang didasari ijma’ yang diketahui secara luas (ma’lum min ad-din bi ad-dharurah).
3) Meskipun salah dalam sebagian aqidahnya, selama tidak sampai kufur mereka masih mungkin diampuni Allah Swt.
4) Dalam ranah individu, penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah tidak boleh beranggapan pasti masuk surga karena amalnya, sedangkan yang lain pasti masuk neraka. Sebab, sekecil apapun setiap individu mempunyai dosa dan jika tidak diampuni bisa saja kelak masuk neraka.
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ. إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاء وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. (القصص: 55-56)
وَلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. (ال عمران: 129)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « لَنْ يُنْجِىَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ ». قَالَ رَجُلٌ وَلاَ إِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ إِيَّاىَ إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِىَ اللَّهُ مِنْهُ بِرَحْمَةٍ وَلَكِنْ سَدِّدُوا ». (رواه مسلم)
Referensi:
a. Hasyiyyah al-Bujairami, V/183.
b. Al-jami’ as-Shaghir, I/85.
c. Majma’ az-Zawa’id, I/375.
d. Al-Milal wa an-Nihal, II/321-322.
e. Mafahim Yajib an-Tushahhah, 18-19.
  1. Konsistensi Menjaga Persatuan untuk Memperkokoh Integritas Bangsa
NKRI dan Pancasila selain telah terbukti mampu menjadi perekat bangsa sejak kemerdekaan hingga sekarang, juga mampu menjadi wadah dakwah Islam Nusantara secara luas. Pertumbuhan muslim di kawasan-kawasan mayoritas non muslim juga semakin meningkat. Namun demikian, di tengah perjalanan sejarah tantangan disintegrasi bangsa terkadang bermunculan, bahkan wacana mendirikan negara di dalam negara terus mengemuka. Sebab itu, internalisasi nilai-nilai kebangsaan, khususnya terkait NKRI dan Pancasila sebagai upaya final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan keharusan. Berkenaan dengan itu perlu disadari, bahwa penerimaan Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara telah sesuai dengan spirit piagam Madinah yang digagas oleh Rasulullah Saw, yang berhasil menyatukan masyarakat yang plural dalam satu kesatuan negeri Madinah.
Sebagaimana diriwayatkan Ibn Ishaq dalam as-Sirah an-Nabawiyah (II/126-129) karya Ibn Hisyam, Piagam Madinah di antaranya menyatakan:
بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرّحِيمِ. هَذَا كِتَابٌ مِنْ مُحَمّدٍ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ مِنْ قُرَيْشٍ وَيَثْرِبَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَحِقَ بِهِمْ وَجَاهَدَ مَعَهُمْ، إِنَّهُمْ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنْ دُونِ النّاسِ … وَإِنّهُ مَنْ تَبِعَنَا مِنْ يَهُودَ فَإِنّ لَهُ النّصْرَ وَالْأُسْوَةَ غَيْرَ مَظْلُومِينَ وَلَا مُتَنَاصَرِينَ عَلَيْهِمْ … وَإِنَّ يَهُودَ بَنِي عَوْفٍ أُمَّةٌ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ. لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ وَلِلْمُسْلِمَيْنِ دِينُهُمْ وَمَوَالِيهِمْ وَأَنْفُسُهُمْ إلّا مَنْ ظَلَمَ وَأَثِمَ فَإِنّهُ لَا يُوتِغُ إلّا نَفْسَهُ وَأَهْلَ بَيْتِهِ … وَإِنَّ عَلَى الْيَهُودِ نَفَقَتَهُمْ وَعَلَى الْمُسْلِمِينَ نَفَقَتَهُمْ وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْرَ عَلَى مَنْ حَارَبَ أَهْلَ هَذِهِ الصَّحِيفَةِ. وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْحَ وَالنَّصِيحَةَ وَالْبِرَّ دُونَ الْإِثْمِ، وَإِنّهُ لَمْ يَأْثَمْ امْرِئِ بِحَلِيفِهِ، وَإِنّ النّصْرَ لِلْمَظْلُومِ، وَإِنَّ الْيَهُودَ يُنْفِقُونَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ مَا دَامُوا مُحَارِبِينَ، وَإِنّ يَثْرِبَ حَرَامٌ جَوْفُهَا لِأَهْلِ هَذِهِ الصّحِيفَةِ … وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النّصْرَ عَلَى مَنْ دَهَمَ يَثْرِبَ، وَإِذَا دُعُوا إلَى صُلْحٍ يُصَالِحُونَهُ …
Dari Piagam Madinah dapat diambil spirit, bahwa Nabi Muhammad Saw menyatukan warga yang multi etnis dan multi agama menjadi ummah wahidah (satu kesatuan bangsa). Semua warga punya kedudukan yang sederajat, sama-sama berhak mendapatkan jaminan keamanan, melakukan aktifitas ekonomi, mengaktualisasikan agama, sama-sama berkewajiban untuk saling memberi nasehat dan berbuat kebaikan, menjaga keamanan serta integritas Madinah sebagai satu kesatuan negeri menghadapi ancaman dari luar.
Selain itu, untuk memupuk persatuan di tengah masyarakat yang plural perlu ditanamkan sikap menghargai perbedaan dan menjaga hak antarsesama, di antaranya dengan:
a. Menghargai ajaran agama lain.
b. Melestarikan budaya dari suku dan agama apa pun selama tidak bertentangan dengan syariat.
c. Mengapresiasi kebaikan/kelebihan orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri.
d. Menghindari caci-maki terhadap orang lain karena alasan perbedaan.
e. Menghindari anggapan menjadi orang yang paling baik dan menganggap orang lain tidak baik, sehingga mengabaikan kewajiban berbuat baik.
f. Membiasakan berbuat kebajikan terhadap siapapun.
g. Memprioritaskan penanaman nilai-nilai agama secara utuh dan mendalam di lingkungan internal Ahlussunah wal Jamaah.
وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّواْ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ (سورةا لانعام اية 108)
َلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (ال عمران: 129)
عن ابن عمر أن غيلان بن سلمة الثقفي أسلم تحته عشر نسوة فقال له النبي صلى الله عليه و سلم: اختر منهن أربعا … (رواه ابن حبان. صحيح )
حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ . حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنِ ابْنِ الْهَادِ عَنْ سَعْدٍ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ عَنْ عَبْدِ اللّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: «مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللّهِ وَهَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: «نَعَمْ. يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ . وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ». (رواه ابن حبان. مسلم)
َلِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (ال عمران: 129)
Referensi:
a. Al-Hawi al-Kabir, XIV/330.
b. Risalah al-Qusyairiyah, I/103.
c. Ihya ‘Ulum ad-Din, II/212.
d. Al-Majalis as-Saniyyah, 87.

File Download di bawah ini:
 
Sumber : aswajanucenterjatim.com